Minggu, 21 Agustus 2022

Tenaga Kerja Indonesia Diluar Negeri Wajib Tau Ini Jangan Sampai Terjebak Praktik Penahanan Dokumen

Tenaga Kerja Indonesia Diluar Negeri Wajib Tau Ini Jangan Sampai Terjebak Praktik Penahanan Dokumen

Tenaga Kerja Indonesia Diluar Negeri Wajib Tau Ini Jangan Sampai Terjebak Praktik Penahanan Dokumen

Dokumen Buruh Migran Indonesia Di Tahan


Tenaga Kerja Indonesia yang ada diluar negeri terjebak dengan praktik diluar nalar mengenai penahan berbagai dokoment litas negara. Dan ternyata pada tahun 2020, pengiriman uang yang dikirim oleh pekerja migran ke Indonesia mencapai 189 miliar s.d triliunan rupiah. Tetapi kontribusi ini tidak konsisten dengan jaminan keamanan pekerjaan. Pepatah yang sering didengungkan adalah sebuah pepatah yang tidak menguntungkan. Dan ini sering kalinya banyak dialami oleh pekerja migran atau orang Indonis (TKI) yang berniat meningkatkan takdir kemakmuran mereka di luar negeri. Alih -alih dapat membantu beban ekonomi domestik, mereka benar -benar menerima perlakuan buruk dari beberapa jalur, baik di rumah maupun di luar negeri. Masalah yang sering dihadapi pekerja migran adalah penangkapan dokumen pribadi.


Kasus penahanan dokumen pribadi yang dihadapi oleh pekerja migran direkam dalam film "Dokumen PMI Penahanan yang melanggar hukum". Salah satu pembicara wanita ini dalam film dengan inisial EA yang pada 1 April 2019 terbang ke luar negeri untuk bekerja. Setelah tiba di rumah majikan, EA bahkan jatuh sakit. Selama tiga minggu dia harus tinggal di agensi sebelum dia bisa kembali ke Indonesia, Mei 2019.

Sayangnya, dengan pengembaliannya tidak berarti masalah EA diselesaikan. Perusahaan atau agen TKI menelepon P3MI yang dimulai dari pekerjaannya untuk dapat memberikan sejumlah uang kompensasi RP. 15 juta. P3MI tidak ingin mengembalikan dokumen jika EA tidak membayar uang kompensasi.

EA akhirnya menerima bantuan dari keluarga besar pekerja migran Indonesia. Organisasi pekerja migran ini menemani EA untuk mendapatkan dokumen penting mereka yang ditahan oleh P3MI. Setelah melalui mediasi yang keras, Dan Anda pada akhirnya bisa mendapatkan dokumen.

Lain cerita lagi dengan Mba Eka, merupakan istri dari seorang pekerja migran yang bekerja di Malaysia. Suami mba Eka kembali pada tahun 2010. Ketika dia akan mengambil dokumen pribadinya dalam bentuk KTP, kartu keluarga, diploma, dll., Rupanya scalper yang tersisa telah meninggal. Suami Mba Eka ini juga telah meminta keberadaan dokumen itu kepada istri. "Istrinya (broker) tidak tahu. Dia mengatakan (dokumen) suamiku di PT (P3MI), tetapi suamiku tidak tahu alamatnya. Suamiku kehilangan diplomatik," begitu tutur katanya. Menurutnya, kehilangan KTP dan KK masih bisa menjadi yang baru lagi. Tetapi jika itu adalah ijazah, sangat sulit untuk menggantinya. Akhirnya suami Eka tidak bisa melamar pekerjaan di pabrik. Dia hanya bisa bekerja sebagai pekerja konstruksi atau pekerjaan serabutan ngampasing.

Sebanyak 7 dari 10 pekerja migran mengalami penahanan dokumen. Penahanan dokumen pribadi milik Pekerja Migran Indonesia (PMI) oleh broker, P3MI, agen, dan pengusaha di luar negeri jelas ilegal. Pihak pemerintah Indonesia sendiri, mengatakan bahwa Indonesia dan Konvensi Hukum Internasional menyatakan bahwa penahanan dokumen PMI merupakan pelanggaran hukum.

"Hak PMI untuk mendapatkan dan menguasai dokumen identitas dan hukum, adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh Konstitusi," kata Karsiwen, dalam konferensi persnya. Salah satu payung hukum untuk PMI adalah UU 18 tahun 2017 mengenai perlindungan pekerja migran Indonesia. Pasal 6 Paragraf 1 Terkait Hak -Hak Kandidat PMI menyatakan bahwa "setiap calon pekerja migran Indonesia atau pekerja migran Indonesia memiliki hak untuk menguasai dokumen perjalanan sambil bekerja dan mendapatkan dokumen dan perjanjian kerja untuk calon pekerja migran Indonesia dan/atau pekerja migran Indonesia" .

Faktanya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB yang ditantang tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam hukum nomor 7 tahun 1984. Dalam nomor 26 huruf D dinyatakan dengan tegas, "Perlindungan hukum untuk kebebasan bergerak: negara -negara yang berpartisipasi harus memastikan hal itu Pengusaha dan perekrut tidak menyita atau menghancurkan dokumen perjalanan atau identitas milik wanita migran ".

Tetapi aturannya adalah aturannya. Bahkan, mayoritas pekerja migran mengalami penahanan dokumen. Temuan terbaru, dalam beberapa survei yang dilakukan terhadap sebahagian 100 orang pekerja migran di Cilacap. Akibatnya, 70 persen PMI mengalami penahanan dokumen. Sebanyak 73 persen PMI yang mengalami penahanan dokumen adalah wanita yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga migran. Ada 84 persen responden P3MI menolak untuk mengembalikan dokumen, dan 68 persen broker tidak ingin membantu mengambil dokumen PMI.

Dokumen pribadi yang ditahan oleh P3MI dan agen di luar negeri meliputi: KTP, KK, akta kelahiran, akta nikah, diploma dan sertifikat lahan, paspor, dan perjanjian kerja. Alasan agen TKI atau P3MI menolak untuk mengembalikan berbagai dokumen, antara lain, sebagai jaminan untuk pembayaran biaya penempatan yang digunakan sebagai hutang.

Banyak pihak yang menyesalkan bahwa sampai sekarang tidak ada mekanisme untuk menyelesaikan kasus penahanan dokumen oleh P3MI. Jalur pemukiman yang umumnya digunakan adalah mediasi. Sebagian besar PMI dan keluarga mereka harus bertarung dengan P3MI untuk mengambil dokumen mereka. Bahkan jika ada peran pemerintahan, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja, sifatnya hanya sebagai mediator.

"dan ketika Saat akan bermediasi pekerja dengan PT sudah barang tentu ini akan bersaing satu sama lain alias akan saling berdebat antara kedua belah pihak. Pemerintah hanya mediator, bukan sebagai penegak hukum," begitu tutur katanya.

Pihak lain sangat berharap dengan harapan yang besar bahwa pemerintah harus dapat memainkan peran sebagai penegak hukum karena penahanan dokumen merupakan pelanggaran hukum. Tetapi penahanan dokumen terus berulang dan ada impunitas bagi para pelaku penahanan dokumen karena tidak ada mekanisme untuk penanganan dan hukuman bagi para pelaku penahanan dokumen pribadi.

Hasil Survei yang dilakukan lembaga survei, P3MI di Indonesia cukup menjamur. Ini mencatat bahwa ada lebih dari 300 P3MI terdaftar, itu tidak termasuk cabang -cabangnya "dalam praktiknya, banyak yang tidak secara langsung terdaftar, hanya cabang yang didukung. Hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei, semuanya ditahan dokumen," begitu tutur katanya.

Sementara mengenai payung hukum saat ini, tidak ada artikel yang dapat diterapkan untuk menindak agen TKI yang menangkap dokumen PMI. Pemerintah harus membuat payung hukum untuk menindak p3mi yang sangat syarat dengan kenalan ini.

"dan sebenarnya menyangkan sekali, dan selama sejauh ternyata ini masih belum ada payung-payung hukum yang benar-benar jelas di sini di P3MI. Ini sedang dikejar bagaimana pemerintah menegakkan hukum tentang kasus penahanan dokumen," katanya.

Selain itu, tidak adanya standar atau mekanisme untuk biaya penempatan pekerja migran membuat pekerja migran menjadi bidang eksploitasi dalam bentuk biaya yang berlebihan, pemalsuan, penyitaan dan hutang penahanan. Ini dapat terjadi pada setiap tahap migrasi pra-keberangkatan, periode kerja, dan ketika pada saat akan kembali ke negara asal.

Pahlawan Valuta Asing

Tanpa payung hukum yang ketat, nasib PMI akan terus dipukul oleh tangga. Di dalam negeri menjadi bidang bisnis untuk broker atau p53mi, di luar negeri menjadi bulan pemberi kerja. Meskipun mereka adalah pahlawan valuta asing yang berkontribusi besar pada negara itu. Pada tahun 2020 saja nilai pengiriman uang yang dikirim oleh pekerja migran ke Indonesia mencapai 189 triliun! Tetapi jumlah kontribusi ini tidak berbanding lurus dengan jaminan keselamatan kerja yang harus mereka dapatkan.

Sebuah kanal berita “The News of the Earth” merilis bahwa Indonesia adalah negara yang berasal dari jutaan pekerja migran di seluruh dunia. Menurut Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, 4,79 juta warga negara Indonesia bekerja di luar negeri (BP2MI, 2020). Namun, sebuah studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2017 memperkirakan bahwa jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) jauh lebih banyak, diperkirakan ada sembilan juta pmi yang bekerja di sekitar 40 tujuan kerja di beberapa negara yang ada didunia ini (Bank Dunia, 2017). Dari jumlah tersebut, 65-70 persen adalah wanita yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Ada banyak faktor mengapa PMI terutama wanita memilih untuk bekerja di luar negeri. Hal utama adalah dorongan masalah struktural, yaitu kemiskinan dan tidak adanya bidang pekerja yang layak. Ini sejalan dengan cita -cita dan berharap untuk memajukan kondisi ekonomi, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan meningkatkan peluang pendidikan bagi keluarga. Faktor lain, bekerja di luar negeri sebagai cara untuk menghindari dan bahkan melarikan diri dari kekerasan yang terjadi di rumah tangga.

Sumber:

Artikel ini telah ditulis ulang


Baca Juga

BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA

Halaman Berikutnya